Luwuk, Banggai – (14/12/2025) Penetapan Harga Eceran Tertinggi (HET) LPG 3 kilogram (Kg) tahun 2025 ternyata belum sepenuhnya ditaati di lapangan. Meski aturan resmi telah ditetapkan, praktik penjualan LPG 3 Kg di atas HET masih marak terjadi di sejumlah wilayah Kabupaten Banggai.
Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Banggai, Natalia Patolemba, sebelumnya menyampaikan bahwa HET LPG 3 Kg tahun 2025 mengacu pada Keputusan Gubernur Sulawesi Tengah Nomor 500.10.8.3/111/Ro.EKON-G.ST/2025 tertanggal 19 Mei 2025.
Dalam ketentuan tersebut, harga telah dihitung berikut margin keuntungan pangkalan, sehingga tidak ada alasan bagi pangkalan untuk menaikkan harga di luar ketentuan.
Untuk wilayah Kabupaten Banggai, HET LPG 3 Kg ditetapkan berdasarkan radius distribusi, yakni :
Radius 0–60 Km, HET Rp20.000, harga jual kepangkalan Rp17.500, margin Rp2.500.
Radius 60–120 Km, HET Rp22.000, harga jual kepangkalan Rp19.500, margin Rp2.500.
Radius 121–180 Km, HET Rp24.000, harga jual kepangkalan Rp21.000, margin Rp3.000.
Namun fakta di lapangan berkata lain. Berdasarkan laporan warga serta pantauan media ini, hampir seluruh pangkalan dengan radius distribusi 0–60 Km justru menjual LPG 3 Kg dengan harga sekitar Rp25.000 per tabung, jauh melampaui HET resmi Rp20.000. Kondisi ini dinilai sebagai pelanggaran terbuka terhadap kebijakan pemerintah.
Tak hanya itu, laporan warga juga menyebutkan adanya pangkalan di salah satu desa di Kecamatan Balantak Selatan yang menjual LPG 3 Kg hingga Rp30.000 per tabung, padahal wilayah tersebut masuk kategori radius 60–120 Km dengan HET Rp22.000.
“Harga di pangkalan desa kami Rp30 ribu per tabung. Mau tidak mau tetap beli karena gas susah,” keluh seorang warga.
Ironisnya, meski ketentuan HET telah memperhitungkan margin keuntungan pangkalan, sejumlah pangkalan tetap menambah harga secara sepihak tanpa mengindahkan aturan yang berlaku, sehingga masyarakat kecil kembali menjadi pihak yang paling dirugikan.
Situasi ini memicu kemarahan publik. Warga menilai pengawasan pemerintah daerah masih lemah dan terkesan membiarkan praktik pelanggaran berlangsung berlarut-larut. Publik mendesak pemerintah daerah, khususnya Disperindag, untuk tidak sekadar sosialisasi, tetapi turun langsung melakukan inspeksi mendadak (sidak) dan memberikan sanksi tegas.
Sebagai penegak peraturan daerah, peran Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) juga dinilai harus lebih tegas dan tidak ragu menindak pangkalan yang terbukti melanggar HET.
Tanpa penegakan aturan yang nyata, kebijakan HET dikhawatirkan hanya akan menjadi angka di atas kertas, sementara masyarakat terus dipaksa membeli LPG subsidi dengan harga yang semakin mencekik. (red)

Social Header