1. Wisata Alam (Nature Tourism)
2. Wisata Budaya (Culture Tourism)
Pariwisata alam merupakan atraksi wisata berwujud fisik yang dapat disaksikan atau dinikmati dengan panca indera dan merupakan keajaiban cipta alam, pada umumnya berupa Pantai,Danau,Air terjun,Gunung, Panorama bawah laut, Lembah, Pulau, Goa ,Satwa, dan lain-lain. Nature Tourism di berbagai belahan dunia atau daerah secara prinsip memiliki kemiripan wujud bahkan ada yang nyaris identik.
Seperti Danau Toba terhadap Danau Poso, Danau Tondano,Danau Paisupok. Pantai Kute (Bali) terhadap Pantai Hawai (Amerika), Pantai Oyama (Banggai Laut) Pantai Pompon, Poganda dan Mandel (di Banggai Kepulauan). Satwa Gajah Sumatra terhadap Gajah Afrika dan lain-lain.
Sementara Wisata Budaya (Culture Tourism) merupakan atraksi pariwisata berwujud nilai,karya, karsa dan cipta peradaban manusia yang dapat dinikmati dari keseluruhan proses interaksi antara wisatawan dan masyarakat lokal, Culture Tourism tidak ada habisnya untuk di eksplore karena unsur endemiksitasnya.
Bali dan Lombok memiliki budaya yang berbeda sekalipun Pulaunya berdampingan, Kebudayaan Sunda dan Jawa yang unik dan berbeda sekalipun dalam suatu daratan, Adat Suku Kajang Tanahtoa (Sulawesi Selatan) dan Badui Kenekes (Tanah Sunda) yang memiliki Prinsip sama namun prakteknya berbeda, sehingga tidak akan ada waktu yang cukup untuk benar-benar menghabiskan perjalanan wisata budaya bahkan dalam lingkup geografis yang kecil sekalipun.
Berbeda dengan wisata alam yang ketika wisatawan sudah menyaksikan danau Toba maka dalam waktu dekat wisatawan enggan berkunjung ke danau Poso atau Tondano karena kontak kasat mata yang relatif menyerupai.
Pengalaman penulis Sekelompok turis asing yang berwisata di Goa Karst "Babanang desa Babang" kecamatan Bulagi Selatan Enggan untuk menuju Goa Karts "Susundeng desa Pandaluk) demikian juga sebaliknya padahal jaraknya tinggal 2 Kilometer karena sifat tempat wisata yang menyerupai.
Presiden Jokowidodo pernah terinspirasi untuk menciptakan "10 Bali Baru" Namun seiring berjalannya waktu cita-cita itu nyaris mustahil tercapai, Bukan karena tidak ada landscape alam di tempat lain yang sama atau lebih dari Bali, Salah satu atau beberapa pantai yang ada di pulau Peling Banggai Kepulauan mungkin saja lebih indah dari salah satu pantai yang ada di Bali, tetapi sepertinya tidak ada daerah lain yang memperlakukan budaya lokalnya seperti apa yang dilakukan Masyarakat dan Pemerintah di Pulau Bali.
MARHEN Asisten Deputi Kementrian pariwisata saat Audiance dengan Bupati Banggai Kepulauan RUSLI MOIDADY yang di kutip penulis dari beberapa media lokal mengatakan bahwa DAERAH YANG FOKUS PADA WISATA ALAM AKAN KETINGGALAN DENGAN YANG MENGEDEPANKAN WISATA BERBASIS BUDAYA DAN EVENT DAN YANG PALING HEBAT ADALAH YANG BISA MERAMU SEMUA (Nature dan Culture Tourism) MENJADI ATRAKSI DAN AKTIVITAS WISATA.
Ungkapan ini dapat disimpulkan bahwa harus terdapat Keseimbangan Sikap Masyarakat dan Pemerintah terhadap point Alam dan point Budaya dalam gerak memajukan pariwisata. Pada beberapa kasus Wisata alam yang tidak di cover Budaya Hanya meledak di awal dan mengalami hibernasi (Tidur Panjang-red) atau pertumbuhan yang lambat sekali tidak berimbang antara nilai investasi dan timbal baliknya.
Culture Tourism sangat kompleks bisa berupa Kesenian, Tarian, Pakaian Adat, Kuliner, Kepercayaan, Pola interaksi antara manusia dengan alam (Menjaga Hutan, Satwa, Sikap terhadap Sampah, dll), Pola Interaksi antara Manusia dan Manusia dengan sikap Ramah Tamah, Senyum, Gotong Royong, dll.
"Konsep Pariwisata sejati adalah kemampuan menyajikan daya tarik keindahan Alam dalam Kemasan Culture dan KITA TIDAK MUNGKIN SEPERTI BALI tetapi MARI BELAJAR DARI SIKAP MASYARAKAT DAN PEMERINTAH DI BALI". (IRWANTO, DJ)
Social Header