MORUT - Konflik Agraria yang berkepanjangan dilingkar PT Agro Nusa Abadi (ANA), yang sampai saat ini tak kunjung terselesaikan, membuat masyarakat merasa geram. Meskipun sudah berlangsung bertahun-tahun namun penyelesaiannya masih belum ada kejelasan.
Sehingga desakan pun datang dari berbagai pihak, terutama elemen masyarakat yang berjuang mempertahankan hak atas tanahnya. Gubernur Sulawesi Tengah, Anwar Hafid pun sampai saat ini dinilai belum ada capaian terkait penyelesaian konflik tersebut.
" Kami mendesak agar Gubernur Anwar Hafid secepatnya selesaikan konflik masyarakat dengan PT ANA," kata salah satu Badan Pimpinan Serikat Petani Petasia Timur (SPPT), Samsul Pada saat Konferensi Pers, Senin (14/7/25).
Menurut Samsul, data Desa Tompira yang terlebih dahulu sudah melakukan proses verifikasi dan validasi lahan masyarakat telah diserahkan ke Pemerintah Provinsi, namun hingga saat ini belum ada tindakan nyata dari pihak tersebut.
" Untuk Desa Tompira, data hasil verifikasi dan validasi kami sudah serahkan ke Pemerintah Kabupaten maupun Pemerintah Provinsi. Tinggal menunggu aksi nyata," tegas Samsul.
Hal senada dikatakan Koordinator Aliansi Masyarakat Peduli Morowali Utara Ambo Endre. Menurutnya tidak hanya Gubernur Anwar Hafid yang dianggap lamban, namun Pemerintah Kabupaten juga seakan acuh tak acuh dalam menghadapi atau menyelesaikan konflik agraria antara warga dan PT ANA.
" Kami warga lingkar sawit menunggu Pemerintah Kabupaten dan Pemerintah Provinsi untuk bertindak segera, karna konflik Agraria ini sudah terlalu lama," ucapnya.
Ambo menjelaskan, Konflik agraria ini sudah cukup lama tanpa ada titik penyelesaian. Masyarakat menuntut hak atas tanahnya yang berada di areal PT ANA. Karna sebelum pihak perusahaan menginjakkan kaki membuka kawasan menjadi perkebunan sawit, mereka terlebih dahulu mengelola dan berkebun.
Sehingga masyarakat lingkar sawit mendesak agar Pemerintah Kabupaten dan Pemerintah Provinsi lebih serius dalam menyelesaikan persoalan konflik agraria ini.
Dikesempatan yang sama juga, Rusli Dg Mapille sebagai Tim pengawas rerverifikasi revalidasi dibentuk Pemprov, mengkritik Pemerintah Desa Towara yang tidak melakukan proses reverifikasi dan validasi lahan masyarakat. Bahkan membuat skema tersendiri yang merugikan pemilik lahan.
Rusli juga menyayangkan pernyataan Gubernur Anwar Hafid pada saat dirinya melakukan kampanye di Desa Peonea Dusun Pandiri Morowali Utara, yang mengatakan bahwa mengurus konflik masyarakat dengan PT ANA itu gampang, ketika Pemerintah serius untuk menangani persoalan tersebut sehingga tidak berlarut-larut.
" Masyarakat saat ini menagih janji Politiknya, ketika Anwar Hafid duduk sebagai Gubernur akan menyelesaikan konflik agraria tersebut," ucapnya.
Sementara itu, Koordinator Asosiasi untuk Transformasi Sosial (ANSOS) Sulawesi Tengah menjelaskan bahwa faktanya PT ANA sejak terbitnya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 138/PUU-XII/2015 sampai saat ini dalam menjalankan usahanya dibidang Perkebunan hanya didasarkan pada IUP-B tanpa memiliki Hak Guna Usaha. Sehingga operasional PT ANA tidak sesuai atau bertentangan dengan ketentuan hukum yang berlaku
" Ini menunjukan lemahnya pengawasan dan pembinaan Pemerintah Daerah Kabupaten Morowali Utara serta adanya pembiaran terhadap aktivitas yang diduga bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan," tegas Noval.
Selain itu pada tanggal 22 April 2025, Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Morowali Utara menerbitkan surat dengan nomor : MP.02.02/149-72.11/IV/2025 Tentang Penolakan Pengurusan/Prosesing HGU PT.Agro Nusa Abadi, dalam suratnya menyatakan Menindaklanjuti surat nomor 09/SPPT-MU/III/2025 tanggal 24 Maret 2025.
Dalam suratnya BPN Morut menyebut bahwa tidak ada pendaftaran permohonan Hak Guna Usaha PT ANA yang berada di Desa Bunta, Desa Tompira, Desa Bungintimbe dan Desa Towara. (*)
Social Header