Breaking News

Budaya Pandanga Menurut Salah Satu Tokoh Adat Nambo, Saiya Haja'

Nambo - Prosesi Adat Pandanga adalah salah satu budaya lokal yang tumbuh dan berkembang di Wilayah Kecamatan Nambo. Pansanga dilaksanakan setiap tahun berjalan yakni pada Bulan Maulid dan kali ini digelar pada 1445 Hijriyah atau tepatnya Kamis (19/9/2024) Masehi.

Salah satu tokoh adat Kecamatan Nambo sebut saja Saiya Haja' menuturkan bahwa Pandanga adalah prosesi adat yang dilaksanakan bentuk kesyukuran masyarakat rangakaian memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW.

Menurut Saiya, dalam prosesi Pandanga tersebut di isi dengan perjamuan makanan hasil pertanian dan perkebunan yang dipersembahkan kepada Tomundo' (raja-red) atau pimpinan daerah Pemerintah (red).

Lanjut Saiya, hal ini berkaitan erat dengan perintah ketaatan ummat manusia, yakni taat kepada Allah SWT, taat kepada Rasul-Nya Nabi Muhammad SAW dan taat kepada Pemimpin (pemerintah).

Hal inilah yang kemudian menjadi tradisi yang telah dilaksanakan secara turun temurun di wilayah kecamatan Nambo ketika tiba Bulan Maulid. 

Saiya menambahkan, dalam pelaksanaan Adat Pandanga, ada beberapah hal yang perlu diketahui, yakni :

A. Dopo, sejenis pohon hias yang berbuah makanan siap saji dalam bahasa Saluan disebut Suap-suapan.

Dopo, terdiri dari dua pohon bahkan sampai tiga pohon hias, dengan Pohon hias pertama berwarna putih yang artinya Laki-laki dan pohon hias warna Merah bermakna Perempuan. Pohon hias yang satunya lagi berwarna Pink yang oleh Saiya Haja' bermakna rahasia dalam hubungannya dengan pengenalan hakikat dan bermakna sakral sehingga Dopo yang ketiga ini tidak begitu ditampilakan.

B. Cerek berisi air bersih, yang bermakna Laki-laki dan
C. Mantuan (Paket makanan siap saji-red) yang bermakna perempuan, sama dengan pemaknaan Dopo diatas.

Semua bahan makanan tersebut terbuat dari bahan lokal hasil tani, kebun dan nelayan yang di olah secara cara tradisional.

Adapun Dopo, Cerek air bersih dan Mantuan tersebut ketiganya dibawah oleh Lelaki dan Perempuan muda secara berpasangan didampingi para petugas adat dan unsur pemerintah kemudian diserahkan langsung kepada Tomundo', ataupun kepada pimpinan pemerintahan suatu Daerah.

"Prosesi Adat Pandanga dalam pandangan masyarakat Adat Kecamatan Nambo sangat sakral sehingga pada prosesinya harus di laksanakan oleh pihak yang memahami tata cara pelaksanaannya, pembawa dan cara meyerahkannya pun tetap mempedomani adab dan sopan santun selaku hamba didepan sang raja atau pimpinan pemerintah daerah", jelas Saiya Haja'.

Selain alat peraga Dopo, Cerek dan Mantuan juga ada beberapah butir arang atau dalam bahasa Saluan disebut Buhing sebagai bahan penutup prosesi Adat Pandanga. Termasuk lantunan lagu "Alaho", yang mana lagu ini oleh pemangku adat Pandanga kalau lagu "Alaho" menurut sejarah masa lampau dinyanyikan saat kelahiran bayi di zaman sebelum munculnya lantunan salawat Nabi. (rin)
© Copyright 2022 - MITRAPERS ONENEWS