Breaking News

Forum CSR : Sarang Kepentingan dan Instrumen Politik yang Menyimpang dari Hakikat Tanggung Jawab Sosial

Banggai, Sulteng - Pembentukan forum Corporate Social Responsibility (CSR) kerap digadang sebagai wadah koordinasi antara perusahaan, pemerintah, dan masyarakat. Namun dalam praktiknya, seringkali lebih menjadi sarang kepentingan daripada wadah tanggung jawab sosial. Ia gagal menjawab kebutuhan masyarakat, mengaburkan akuntabilitas, dan menjerumuskan dana CSR ke dalam kepentingan pribadi/golongan serta kedalam pusaran birokrasi dan seremoni. Jika kondisi ini terus dibiarkan, maka CSR tidak lebih dari sekadar komoditas politik yang memperdagangkan penderitaan rakyat.

Alih-alih memperkuat kewajiban perusahaan, forum seperti ini kebanyakan justru menjadi instrumen kepentingan politik dan Pribadi maupun golongan, tempat dana CSR dinegosiasikan, dialihkan, dan sering kali digunakan untuk kepentingan yang jauh dari masyarakat. CSR yang seharusnya menjadi wujud nyata tanggung jawab perusahaan terhadap lingkungan dan masyarakat, justru terseret dalam arus birokrasi, pencitraan, hingga potensi komersialisasi penderitaan rakyat.

Hal ini diutarakan oleh aktivis kecamatan nambo yang juga mantan Staf Public Engagement di Eksekutif Nasional Wahana Lingkungan Hidup Indonesia, Fhirman Lapi

CSR pada dasarnya adalah kewajiban moral sekaligus tanggung jawab sosial perusahaan. Tetapi ketika CSR dipaksa masuk ke forum resmi, ia tidak lagi berdiri sebagai tanggung jawab langsung, melainkan alat politik pencitraan. Banyak forum CSR justru menjadi panggung bagi pejabat dan jadi etalase kebaikan pejabat daerah di spanduk, sementara masyarakat yang seharusnya menjadi penerima manfaat hanya mendapat imbas kecil atau bahkan tidak sama sekali.

Kalau kita harus pakai forum CSR justru membuat aliran dana menjadi berbelit. Alih-alih langsung menuju program-program yang menyentuh masyarakat, dana lebih dulu disaring lewat rapat koordinasi, perjalanan dinas, biaya seremoni, hingga proyek titipan. Alhasil, efisiensi hilang, efektivitas terabaikan. Ketika masyarakat bertanya di mana manfaat CSR, jawaban yang tersisa hanyalah dokumentasi rapat, bukan perubahan nyata.

Forum CSR juga membuka ruang kaburnya tanggung jawab. Ketika program tidak berhasil atau hanya menjadi proyek asal jadi, perusahaan bisa dengan mudah bersembunyi di balik nama forum. Publik menjadi sulit menuntut pertanggungjawaban karena tidak ada satu entitas jelas yang bisa diminta penjelasan. Inilah bentuk kemunduran dari prinsip good governance, di mana akuntabilitas dan transparansi seharusnya menjadi pilar utama.

Kemudian, Salah satu masalah paling mendasar adalah minimnya keterlibatan publik. Forum CSR lebih sering berjalan elitis, membicarakan program di hotel-hotel mewah, tanpa mendengarkan kebutuhan nyata komunitas yang terdampak. Aspirasi masyarakat hanya dijadikan pelengkap laporan, bukan dasar perumusan program. Padahal, semangat CSR sejatinya adalah menjawab kebutuhan riil masyarakat, bukan sekadar formalitas administratif.

Harusnya yang menjadi tuntutan bukanlah pembentukan forum CSR, tetapi : 

1. Transparansi Digital. Setiap perusahaan wajib mempublikasikan dana CSR secara terbuka melalui platform digital. Publik berhak tahu berapa dana yang dialokasikan, ke mana diarahkan, dan sejauh mana realisasinya.
2.Audit Independen. Program CSR harus diaudit secara independen, bukan digabung dalam forum yang rawan menyamarkan tanggung jawab. Dengan audit, setiap perusahaan tetap berdiri sebagai entitas yang bisa dimintai pertanggungjawaban.
3. Partisipasi Komunitas. Masyarakat harus dilibatkan sejak tahap perencanaan hingga evaluasi program CSR. Tanpa partisipasi, CSR hanya akan menjadi proyek sepihak yang gagal menyentuh kebutuhan dasar.
4. Peran Pemerintah sebagai Regulator, Bukan Pelaku. Pemerintah cukup berperan sebagai pengawas dan regulator, bukan sebagai pemain langsung. Tugasnya memastikan ada insentif bagi perusahaan yang menjalankan CSR dengan baik dan sanksi bagi yang abai.

"Sudah saatnya CSR dikembalikan ke jalur aslinya yaitu tanggung jawab langsung perusahaan kepada masyarakat dan lingkungan. Dengan transparansi, partisipasi, dan pengawasan ketat, CSR akan benar-benar menjadi instrumen pembangunan sosial yang adil dan berkelanjutan, bukan lagi forum penuh basa-basi", tutup Fhirman (*)
© Copyright 2022 - MITRAPERS ONENEWS