Breaking News

Hasrin Rahim dan Perjuangan yang Dihalang Hukum : Potret Konflik Agraria di Luwuk Timur

Luwuk, Banggai - Di sebuah desa di Kecamatan Luwuk Timur, suara-suara warga semakin lirih. Mereka merasa tanah yang telah diwariskan turun-temurun tak lagi sepenuhnya milik mereka. Sejak perusahaan tambang nikel masuk dan mulai beroperasi, ketenangan itu berganti dengan ketidakpastian.

Di tengah situasi itu, nama Dr. Hasrin Rahim hadir sebagai pembela. Ia bukan sekadar advokat, melainkan sosok yang selama ini berdiri di garis depan bersama warga memperjuangkan hak atas tanah. Namun perjuangan itu kini berbalik arah. Hasrin sendiri harus berhadapan dengan jeratan hukum.

Pada Rabu (17/9/2025), harapan warga sedikit pupus. Gugatan praperadilan yang diajukan Hasrin di Pengadilan Negeri (PN) Luwuk ditolak majelis hakim. Dalam putusannya, hakim menyebut penetapan tersangka oleh Polres Banggai sudah sesuai syarat formil dan materil.

Bagi Hasrin, gugatan itu bukan sekadar pembelaan diri. Ia ingin membuktikan bahwa penetapan tersangka terhadap dirinya adalah bentuk kriminalisasi terhadap aktivitas advokasi agraria. “Kriminalisasi ini bukan hanya soal saya, tapi juga tentang suara rakyat yang dibungkam,” begitu ungkapnya dalam beberapa kesempatan sebelum putusan dibacakan.

Bagi warga, kabar penolakan itu adalah pukulan ganda. Mereka kehilangan tanah, dan kini, orang yang selama ini membela mereka justru dijerat hukum.
“Tanah kami dirampas, suara kami tidak didengar. Kini, orang yang mendampingi perjuangan kami malah dikriminalisasi,” tutur seorang warga dengan mata berkaca-kaca.

Konflik lahan di Luwuk Timur berawal saat perusahaan tambang nikel mulai menancapkan ekskavator di atas tanah yang diklaim warga sebagai milik sah mereka. Tanpa konsultasi publik, tanpa ganti rugi, aktivitas tambang berjalan. Warga menolak, khawatir lingkungan rusak dan mata pencaharian hilang.

“Ini bukan hanya tentang tambang, ini tentang hidup kami sebagai petani, tentang tanah yang memberi makan anak-anak kami,” kata warga lainnya dengan suara bergetar.

Kekecewaan warga turut diperkuat suara aktivis. Surip, pengacara dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH), menilai kasus Hasrin menjadi preseden buruk bagi demokrasi.
“Jika pembela rakyat bisa dengan mudah dijadikan tersangka, bagaimana dengan nasib warga kecil yang hanya punya suara terbatas menghadapi korporasi?” ujarnya tegas.

Kini, perhatian publik tertuju pada bagaimana kasus ini akan bergulir. Warga bersama jaringan sipil berencana membawa persoalan ini ke Komnas HAM, bahkan ke lembaga internasional. Mereka khawatir jalur hukum nasional tak lagi bisa melindungi hak-hak mereka.

Bagi warga Luwuk Timur, perjuangan masih jauh dari kata selesai. Putusan praperadilan hanyalah satu bab dalam kisah panjang konflik agraria di Indonesia. Dan di tengah kekecewaan itu, mereka masih menaruh harapan pada satu hal: bahwa tanah, rumah, dan kehidupan yang mereka jaga selama ini suatu saat akan diakui kembali.

Sampai saat ini belum diperoleh keterangan jelas dari pihak polres Banggai terkait klausula ditetapkannya Hasrin Rahim sebagai tersangka. Namun publik berharap perkara yang menyeret aktivis pegiat hukum tersebut bisa memberi gambaran jelas tentang potret penyelesaian sengketa agraria di tanah tumpah darah warga Luwuk Timur. (red)
© Copyright 2022 - MITRAPERS ONENEWS