Breaking News

Miskordinasi Pemprov Sulteng, Gubernur Dinilai Abai Awasi Kinerja OPD, Irwanto : Gubernur Harusnya Tegas Cabut Izin WIUP Tambang Gamping di Bangkep

Banggai Kepulauan, Sulteng — Polemik pembahasan dokumen UKL (Upaya Pengelolaan Lingkungan) untuk kegiatan pertambangan di kawasan konservasi laut perlahan mulai menemui titik terang. Bocornya informasi dari unggahan resmi akun Kantor Pertanahan Kabupaten Banggai Kepulauan sebelumnya memicu sorotan publik terhadap kinerja instansi terkait.

Plt. Seksi Pemberdayaan Kantor Pertanahan Banggai Kepulauan, Mohammad Yasir, menjelaskan bahwa pihaknya hanya diundang untuk mengikuti rapat secara virtual (Zoom meeting) dan tidak diberi kesempatan untuk menyampaikan pandangan.

“Kami hanya peserta undangan, tidak ada ruang bicara. Narasumber utama berasal dari DLH Provinsi,” ungkapnya kepada wartawan.

Langkah Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi Sulawesi Tengah membuka ruang pembahasan tambang di kawasan konservasi laut dinilai janggal. Padahal, kawasan tersebut telah dilindungi melalui Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan (KEPMEN KKP) Nomor 53 Tahun 2019, serta diperkuat oleh Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 12 Tahun 2025 dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN), yang bersifat final dan tidak dapat dibahas ulang di tingkat daerah.

Aktivis lingkungan hidup Banggai Kepulauan, Irwanto, menilai Gubernur Sulawesi Tengah Anwar Hafid seharusnya bersikap tegas dengan mencabut Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) batu gamping yang mencakup ribuan hektare di sepanjang pesisir, terutama yang berbatasan langsung dengan kawasan konservasi laut tersebut.

“Gubernur harus berani mencabut izin itu. Lokasi tambang berada di kawasan yang secara hukum sudah dilindungi,” tegasnya.

Diketahui, WIUP di wilayah pesisir itu sebelumnya diterbitkan berdasarkan rekomendasi kesesuaian tata ruang yang dikeluarkan Forum RT-RW Pemda Kabupaten. Namun, dokumen tersebut dinilai cacat hukum dan dipaksakan karena KEPMEN KKP Nomor 53 Tahun 2019 telah lebih dulu menetapkan kawasan tersebut sebagai konservasi sebelum keluarnya rekomendasi tata ruang.

Irwanto menilai bahwa pembahasan tambang di kawasan konservasi tanpa landasan hukum yang jelas bisa berimplikasi pada pelanggaran administratif dan pidana lingkungan.

“Setiap keputusan tata ruang atau izin lingkungan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan di atasnya dapat dibatalkan. Gubernur sebagai kepala daerah provinsi memiliki tanggung jawab penuh dalam memastikan OPD bekerja sesuai koridor hukum,” ujarnya menegaskan.

Polemik ini memunculkan sorotan terhadap lemahnya koordinasi antara Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah dengan pemerintah kabupaten, serta dugaan kelalaian dalam pengawasan oleh Gubernur Sulteng terhadap kinerja perangkat daerah di bawahnya. (red/tim)
© Copyright 2022 - MITRAPERS ONENEWS