Luwuk, Banggai, 17 September 2025 – Upaya hukum praperadilan yang diajukan oleh Dr. Hasrin Rahim, SH., MH., MBA., MM., MA terhadap Polres Banggai kandas di Pengadilan Negeri Luwuk. Hakim tunggal praperadilan menolak permohonan Hasrin yang mempersoalkan penetapan dirinya sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana pertambangan tanpa izin.
Dalam dokumen kesimpulan praperadilan yang diajukan Hasrin pada 15 September 2025, ia menegaskan bahwa penetapan tersangka terhadap dirinya adalah tidak sah secara hukum karena dianggap tidak memenuhi prosedur sebagaimana diatur dalam KUHAP dan prinsip due process of law.
Hasrin menyebut, penetapan tersangka tidak didasarkan pada dua alat bukti yang sah sebagaimana diwajibkan Pasal 184 KUHAP. Ia juga menuding proses penyidikan yang dilakukan penyidik tidak terbuka, tidak objektif, serta tanpa pemeriksaan yang memadai terhadap calon tersangka.
“Penetapan tersangka terhadap diri saya melanggar hak asasi manusia dan bertentangan dengan prinsip due process of law yang dijamin UUD 1945 dan KUHAP,” ujar Hasrin dalam kesimpulan permohonannya.
Selain itu, Hasrin juga menyoroti keterangan sejumlah saksi yang menurutnya cacat hukum, karena ada hubungan kepentingan dengan pihak perusahaan tambang. Ia menuding beberapa saksi diintimidasi serta dipaksa memberikan keterangan yang memberatkan dirinya.
Tak hanya itu, ia juga mengkritisi keterlambatan penyampaian SPDP (Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan) oleh penyidik kepada dirinya. Padahal, menurut putusan Mahkamah Konstitusi, SPDP wajib disampaikan dalam waktu tujuh hari sejak dimulainya penyidikan.
“Proses hukum yang dijalankan termohon justru mengarah pada kriminalisasi. Hal ini bukan sekadar pelanggaran prosedural, tapi juga bentuk ketidakadilan hukum yang saya alami,” tegasnya.
Meski demikian, hakim praperadilan PN Luwuk akhirnya menolak seluruh permohonan Hasrin. Dengan demikian, status tersangka Hasrin Rahim dalam perkara dugaan tindak pidana pertambangan tanpa izin tetap sah menurut hukum.
Social Header