Peling Tengah, Bangkep, Sulteng — Di sebuah rumah kayu sederhana di Kecamatan Peling Tengah, Kabupaten Banggai Kepulauan, Sulawesi Tengah, seikat demi seikat pisang tersusun rapi di meja tua. Sebagian lainnya digantung di teras, menjadi pemandangan yang akrab bagi warga yang melintas. Dari sinilah pedagang Yorim Molida dan Hemin Likak, menaruh harapan bagi kelangsungan hidup keluarga mereka.
Setiap pagi, Yorim dan Hemin sibuk menata hasil kebun yang dipetik dari lahan sendiri, dibeli dan kadang juga dari petani tetangga yang menitipkan hasil panen.
“Semua pisang ini hasil kebun sendiri. Kadang juga kami beli dan tampung dari tetangga yang punya panen lebih,” tutur Hemin dengan senyum sederhana.
Hidup dari Pisang
Meski hanya berjualan di pinggir jalan, usaha kecil itu menjadi tumpuan ekonomi keluarga. Dari hasil penjualan pisang, mereka membiayai kebutuhan sehari-hari: membeli beras, obat, hingga membantu biaya sekolah cucu. Namun, penghasilan yang tidak menentu kerap membuat mereka harus pintar-pintar mengatur.
“Kalau ada yang beli dalam jumlah banyak, biasanya langsung habis. Tapi kalau sepi, kami simpan saja, masih bisa tahan beberapa hari,” kata Hemin sambil merapikan dagangannya.
Ketekunan mereka menjadi potret nyata bagaimana masyarakat pesisir menggantungkan hidup dari hasil pertanian lokal. Di tengah keterbatasan, semangat tetap menyala.MBG Membawa Angin Segar
Harapan pedagang kecil seperti Yorim dan Hemin semakin terbuka lebar sejak hadirnya program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang digulirkan pemerintah pusat. Program yang menyasar pemenuhan gizi masyarakat, terutama anak-anak sekolah, ternyata juga memberi efek positif pada pedagang dan petani pisang.
Kebutuhan akan bahan pangan lokal meningkat, dan pisang menjadi salah satu komoditas yang terserap lebih baik di pasaran.
“Terima kasih banyak kepada pemerintah pusat atas program MBG sehingga dagangan kecil kami bisa lancar. Semoga program ini terus berlanjut,” ujar Yorim, pedagang pisang sederhana pemilik lapak di pinggir jalan.
Harapan untuk Masa Depan
Bagi Yorim dan Hemin, program MBG bukan sekadar soal dagangan yang laku. Lebih dari itu, ada rasa dihargai karena hasil kebun mereka ikut menopang program besar pemerintah. Pisang yang dulunya sering terbuang karena tidak terserap pasar, kini punya peluang lebih baik untuk dijual.“Kalau pisang laku, bukan hanya kami yang senang. Petani kecil di sekitar sini juga ikut terbantu, karena kami bisa beli panen mereka,” tambah Hemin.
Di tengah hiruk-pikuk pembangunan yang kadang tak menyentuh akar rumput, kisah Yorim Molida dan Hemin Likak adalah cermin bahwa kebijakan yang berpihak bisa memberi dampak langsung. Program MBG telah menghadirkan harapan baru, bukan hanya untuk generasi penerus yang mendapat gizi lebih baik, tetapi juga bagi pedagang kecil yang berjuang di beranda rumah kayu mereka. (red/Jnr)
Social Header