Toili, Banggai, Sulteng - Sekitar 4.000 karung gabah milik petani mengendap di gudang penggilingan padi (slepan) milik Tiga Putri di Kecamatan Toili, Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah. Penumpukan ini terjadi karena belum adanya penyaluran hasil gilingan padi ke pasaran, sehingga aktivitas penggilingan sementara terhenti.
Pemilik slepan, Komang, yang ditemui media ini di lokasi penggilingan pada Selasa (14/10/2025), mengaku bingung menghadapi kondisi tersebut. Ia menyebut harga gabah sebelumnya sempat stabil, namun sejak adanya surat edaran yang belum dijelaskan secara rinci, aktivitas penggilingan terhenti dan stok terus menumpuk.
“Minggu kemarin harga beras sempat mencapai Rp570 ribu per kuintal, tapi sekarang kami belum bisa menggiling karena ada surat edaran itu,” ujar Komang.
Dijelaskan Komang, dari setiap 10 karung gabah yang digiling, hanya sekitar satu karung beras bersih yang menjadi keuntungan sebagai biaya jasa giling. Namun kini pendapatan itu terhenti karena tidak ada pembeli.
Situasi semakin sulit setelah muncul kebijakan pelarangan penjualan beras keluar daerah, yang membuat posisi pemilik penggilingan dan petani makin terjepit.
Kondisi ini dimanfaatkan sebagian pembeli lokal dengan menekan harga beras di tingkat penggilingan hingga Rp550 ribu per zak (50 kg).
“Harga ditekan terlalu rendah, kami dan petani sama-sama dirugikan. Petani jadi enggan menggiling karena pembeli lokal menahan harga,” kata Komang.
Penekanan harga tersebut membuat petani memilih menunda proses penggilingan, karena merasa hasil panen mereka tidak sebanding dengan biaya dan tenaga yang dikeluarkan. Alhasil, baik petani maupun penggilingan kini mengeluhkan kebijakan pemerintah daerah yang dinilai tidak disertai solusi nyata agar kedua pihak tidak dirugikan.
Komang berharap, pemerintah daerah bersama instansi terkait dapat mengoptimalkan peran Bulog untuk menyerap beras hasil gilingan dari slepan-slepan di Kecamatan Toili, agar roda ekonomi kembali bergerak.
“Kami harap Bulog jangan terlalu ketat menyortir beras. Ambil saja dari slepan dengan harga sesuai HET, yaitu Rp12.000 per kilogram. Supaya gabah tidak tertumpuk dan petani bisa kembali dapat hasil,” harapnya.
Ironisnya, di tengah stok beras melimpah di penggilingan, harga beras di pasaran justru terus naik. Kondisi ini ikut memicu kenaikan inflasi di Kabupaten Banggai, yang kini menempati urutan kedua tertinggi di Sulawesi Tengah dengan sektor bahan makanan terutama beras sebagai salah satu penyumbang utama.
Pemerintah daerah diharapkan segera meninjau ulang kebijakan distribusi beras dan membuka jalur penyaluran yang lebih terbuka, agar rantai pasok pangan tidak terhenti di tingkat penggilingan dan petani tidak semakin tertekan. (red/tim))
Social Header