Banggai Kepulauan, mitrapers.onenews.co.id - Kasus dugaan sodomi yang menimpa seorang bocah, murid lelaki salah satu SMP di Kabupaten Banggai Kepulauan (Bangkep), sempat menghebohkan jagat media sosial beberapa waktu terakhir. Kasus ini menjadi perhatian publik setelah muncul kabar bahwa korban diduga disodomi oleh seorang lelaki dewasa. Belakangan, beredar pula informasi yang menyebut kasus tersebut telah diselesaikan melalui mekanisme Restorative Justice (RJ).
Namun, pihak kepolisian menegaskan bahwa kabar tersebut tidak benar. Kasatreskrim Polres Bangkep, AKP Anton, memastikan bahwa informasi yang beredar di media sosial adalah hoaks.
“Hoaks itu, Pak,” tegas AKP Anton saat dikonfirmasi, Selasa (21/10).
Anton menjelaskan, berdasarkan hasil penyelidikan yang dilakukan oleh Satreskrim Polres Bangkep, kasus tersebut tidak dapat dilanjutkan karena tidak cukup bukti. Tidak ada saksi yang mendukung dugaan tindak pidana sodomi, dan hasil visum dokter menyatakan tidak ditemukan tanda-tanda atau bekas sodomi.
“Itu tidak bisa dilanjut, tidak cukup bukti. Saksi tidak ada, dan hasil visum dokter menyatakan tidak ada bekas sodomi. Ibu dari anak itu juga berada di samping dokter saat visum,” ujarnya.
Anton menambahkan, pihaknya telah menugaskan anggota untuk memeriksa langsung informasi yang beredar di masyarakat.
“Tidak ada, Pak. Saya sudah panggil anggota untuk cek. Terkait kasus itu memang tidak bisa dinaikkan. Hasil visum saja, yang dilakukan oleh ahli, menyatakan tidak ada tanda-tanda bekas sodomi. Sementara ibu dari anak itu mendampingi. Jadi, apa yang harus dipaksakan untuk dinaikkan kasus itu ?” tegasnya.
Kasatreskrim menegaskan, Polres Bangkep menangani setiap laporan secara profesional berdasarkan alat bukti dan hasil pemeriksaan ahli, bukan opini publik. Ia juga mengimbau masyarakat agar tidak mudah mempercayai isu yang belum jelas kebenarannya.
“Kami bekerja sesuai prosedur dan berdasarkan bukti. Jadi jangan mudah percaya dengan kabar yang belum tentu benar,” pungkasnya.
Sementara itu, pegiat hukum menegaskan bahwa kasus sodomi atau kekerasan seksual terhadap anak tidak dapat dihentikan hanya karena adanya perdamaian antara korban dan pelaku.
Menurut penjelasannya, kasus sodomi merupakan delik biasa, bukan delik aduan. Artinya, tindak pidana tersebut termasuk kejahatan serius yang penuntutannya tidak bergantung pada laporan korban. Aparat penegak hukum tetap berkewajiban memproses perkara ini sesuai hukum yang berlaku, meskipun kedua pihak sepakat damai.
“Perdamaian tidak menghapus pidana,” tegasnya. Dalam sistem hukum pidana, kesepakatan damai tidak otomatis menggugurkan tindak pidana yang terjadi. Namun, perdamaian dapat menjadi pertimbangan hakim dalam menjatuhkan vonis, seperti meringankan hukuman, tanpa menghapus proses hukum itu sendiri.
Kasus ini menjadi pelajaran penting bagi publik agar berhati-hati dalam menyebarkan informasi sensitif di media sosial, terutama terkait anak dan dugaan kekerasan seksual, mengingat dampaknya yang besar terhadap korban maupun keluargat.
Terkait masalah tersebut Konfirmasi telah dilakukan awak media ini ke pihak reskrim, pihak Humas Polres Banggai Kepulauan saat dihubungi melalui Bapak Ramos (21/10) menyampaikan bahwa akan membuatkan press realess namun sampai berita ini terbit belum ada press realess dimaksud. (red)

Social Header