Menurut Diarman, saat ini terdapat sejumlah usulan hutan adat yang dokumennya telah lengkap dan siap diajukan untuk mendapatkan pengakuan resmi. Beberapa di antaranya adalah :
1. Usulan Hutan Adat Lipu Kaumbol dengan luasan 1.579 hektare.
2. Usulan Hutan Adat Pomenggonan Tinasu dengan luasan 5.170,33 hektare.
3. Usulan Hutan Adat Lipu Sabang dengan luasan 4.568,55 hektare.
4. Usulan Hutan Adat Kadupang Sampekonan dengan luasan 929,07 hektare.
5. Usulan Hutan Adat Paolipu Tanotuu dengan luasan 794,19 hektare.
“Lokasi-lokasi yang dokumennya sudah siap ini akan segera dikonsultasikan dengan Pemerintah Daerah Banggai Kepulauan untuk mendapatkan SK Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat. SK tersebut menjadi salah satu prasyarat utama dalam proses pengusulan hutan adat ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), khususnya melalui Direktorat Penanganan Konflik Tenurial Hutan Adat (PKTHA),” ujar Bung Diarman.
Ia menambahkan, pengakuan hutan adat bukan hanya sekadar legalitas formal, tetapi juga bentuk perlindungan terhadap hak-hak masyarakat adat yang telah secara turun-temurun menjaga dan mengelola wilayahnya.
“Dengan adanya SK pengakuan dari pemerintah daerah, maka masyarakat adat akan memiliki dasar hukum yang kuat untuk mempertahankan wilayahnya dari ancaman perampasan, tumpang tindih izin, maupun konflik tenurial,” jelasnya.
Kegiatan Lokarkarya dan Workhsop ini diharapkan menjadi langkah awal dalam mendorong agar proses ini berjalan cepat dan tepat, mengingat hutan adat memiliki nilai penting tidak hanya bagi identitas budaya, tetapi juga bagi keberlanjutan ekologi dan ketahanan pangan masyarakat lokal. (red)
Social Header