Dalam sesi podcast yang berlangsung spontan dan sederhana itu, Amelia mengungkapkan bahwa dirinya merupakan cucu dari prajurit asal Sunda yang terlibat dalam operasi Trikora di Irian Barat. Sang prajurit kemudian berpangkalan di Banggai Kepulauan dan jatuh cinta kepada seorang gadis asal Desa Sambiut sebelum akhirnya menetap dan membangun keluarga di daerah tersebut.
“Saya lahir dan besar sebagai bagian dari masyarakat Bangkep. Kakek saya datang sebagai prajurit negara, jatuh cinta di sini, dan menetap. Itu sebabnya saya merasa memiliki tanggung jawab moral untuk turut membangun daerah ini,” ujar Amelia.
Sebagai aparatur pemerintah, Amelia membawa semangat perjuangan itu dalam tugasnya di Samsat. Ia menekankan bahwa optimalisasi penerimaan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) tidak hanya soal angka, melainkan tentang bagaimana negara hadir memberi kemudahan kepada masyarakat.
Untuk itu, Samsat Bangkep menerapkan pola pelayanan humanis, persuasif dan jemput bola. Tidak hanya menunggu di kantor, tim Samsat melakukan pelayanan keliling ke desa-desa, termasuk pulau-pulau terluar.
“Masyarakat Bangkep tersebar di kepulauan. Jadi, kalau kami ingin penerimaan pajak optimal, maka kamilah yang harus mendatangi mereka. Bukan menunggu,” jelasnya.
Pelayanan keliling ini juga menghadirkan edukasi kepada masyarakat mengenai pentingnya pajak kendaraan sebagai salah satu sumber pendapatan daerah untuk pembangunan layanan publik, infrastruktur dan peningkatan kesejahteraan.
Amelia berharap, kehadiran Samsat dengan pendekatan yang lebih dekat dan bersahabat dapat meningkatkan kesadaran masyarakat untuk taat pajak.
“Kami ingin masyarakat merasa bahwa membayar pajak bukan beban, tetapi bentuk kontribusi nyata untuk daerah,” tegasnya.
Bincang santai di Pantai Papende itu sekaligus menjadi penutup rangkaian kegiatan pelayanan keliling Samsat Bangkep pada hari tersebut. (Irwanto Diasa)
Social Header