Banggai Kepulauan, Suteng - Program afirmasi pendidikan yang dirancang untuk memperkuat sekolah-sekolah di wilayah kepulauan justru berubah menjadi ladang penyelewengan. Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) Afirmasi Tahun Anggaran 2019 di Kabupaten Banggai Kepulauan terbukti diselewengkan melalui mekanisme pengadaan daring Sistem Informasi Pengadaan Sekolah (SIPLah), menyebabkan kerugian keuangan negara sebesar Rp156.449.100 dan membuat enam sekolah tidak menerima barang yang telah dibayar penuh.
Perkara ini kini bergulir di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Palu. Berdasarkan data Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP), kasus tersebut teregister dengan Nomor 19/Pid.Sus-TPK/2025/PN Pal. Terdakwa adalah Nugrahaeni Pakabu, S.H., dengan Jaksa Penuntut Umum Dimas Arya Pradana, S.H.. Saat ini, perkara telah memasuki tahap tuntutan, dan terdakwa ditahan.
ASN Diduga Masuk Pengadaan, Konflik Kepentingan Terbuka
Dalam persidangan, jaksa mengungkap bahwa terdakwa berperan sebagai penyedia pengadaan BOS Afirmasi melalui CV Adiyatma, meskipun bukan direktur resmi perusahaan tersebut. Nama direktur hanya dicantumkan sebagai formalitas, sementara kendali operasional sepenuhnya berada di tangan terdakwa.
Fakta ini mengungkap konflik kepentingan serius, mengingat terdakwa berstatus aparatur sipil negara (ASN), yang secara hukum dilarang terlibat langsung dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah. Kasus ini sekaligus mempertanyakan lemahnya proses verifikasi penyedia dalam sistem SIPLah yang dikelola negara.
Dana Cair, Barang Tak Pernah Lengkap
Total dana BOS Afirmasi Tahun 2019 untuk Kabupaten Banggai Kepulauan mencapai Rp4,354 miliar dan dialokasikan kepada 51 sekolah. Dari jumlah tersebut, enam sekolah melakukan pengadaan melalui CV Adiyatma, yakni :
1. SMP Negeri 2 Buko
2. SMP Satu Atap Okulo
3. SDN Impres Taepa
4. SDN Impres Apal
5. SD Negeri Manggalai
6. SD Negeri 3 Inpres Lumbi-Lumbia
Namun, setelah dana ditransfer melalui SIPLah–Blibli ke rekening CV Adiyatma, terdakwa justru menarik dana sebesar Rp285.850.000 melalui cek pada Mei 2021, tanpa persetujuan direktur perusahaan.
Barang yang dijanjikan—mulai dari laptop, printer, genset, lemari, hingga meubel sekolah—tidak disalurkan secara utuh. Sejumlah sekolah hanya menerima sebagian barang, sementara sisanya tidak pernah direalisasikan, meskipun pembayaran telah dilakukan penuh.
Hasil audit Inspektorat Kabupaten Banggai Kepulauan mencatat kerugian negara sebesar Rp156.449.100, dengan rincian kerugian terbesar dialami oleh :
1. SDN Impres Apal: Rp 45,9 juta
2. SMP Negeri 2 Buko: Rp 32,5 juta
3. SD Negeri 3 Inpres Lumbi-Lumbia: Rp 24,4 juta
Jaksa menegaskan, perbuatan terdakwa bukan sekadar pelanggaran administratif, melainkan perampasan hak sekolah atas fasilitas pendidikan, khususnya di wilayah kepulauan dan terpencil yang sangat bergantung pada Dana BOS Afirmasi.
SIPLah Disorot, Pengawasan Dinilai Longgar
Kasus ini juga membuka tabir lemahnya pengawasan dalam sistem SIPLah. Dalam praktiknya, penyedia dapat mengendalikan akun sekolah, mengatur pemesanan, hingga mencairkan dana tanpa kontrol memadai. Sekolah yang minim literasi digital justru menjadi pihak paling rentan dieksploitasi.
Minimnya pendampingan teknis serta lemahnya fungsi pengawasan internal dan eksternal dinilai menciptakan ruang bagi praktik korupsi yang sistematis, terstruktur, dan berulang.
Atas perbuatannya, terdakwa dijerat Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, dengan ancaman pidana penjara berat, serta Pasal 3 UU Tipikor sebagai dakwaan subsidair terkait penyalahgunaan kewenangan.
Sidang perkara ini masih terus bergulir di PN Palu dan menjadi peringatan keras bahwa digitalisasi pengadaan tanpa pengawasan ketat berpotensi menjauhkan dana pendidikan dari tujuan utamanya: mencerdaskan anak bangsa, bukan memperkaya segelintir oknum. (red)

Social Header