Breaking News

Kepemimpinan Otoriter di Disdikbud Aceh Timur : Reformasi Pendidikan Terancam

Aceh - Angin perubahan yang diharapkan dari reformasi birokrasi pendidikan di Aceh Timur kini berbalik arah. Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud), yang seharusnya menjadi motor kemajuan intelektual daerah, justru terbelenggu oleh gaya kepemimpinan otoriter.

Bustami, Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Disdikbud Aceh Timur, disebut-sebut menjalankan roda birokrasi dengan tangan besi : satu arah, satu suara, tanpa ruang untuk kritik.

Belum genap enam bulan menjabat, gelombang ketidakpuasan telah merebak di kalangan aparatur sipil negara (ASN), aktivis, hingga jurnalis.

Bustami dituding menjadikan jabatannya sebagai alat kekuasaan pribadi, bukan sarana pelayanan publik. Salah satu kasus yang mencuat adalah mutasi sepihak terhadap seorang ASN berinisial MW, yang menjadi bukti nyata dugaan praktik otoriter di tubuh Disdikbud.

MW dikenal sebagai ASN yang vokal dan berdedikasi. Ia mempertanyakan keberadaan seorang pegawai yang mangkir dari tugas selama hampir dua tahun. Namun, alih-alih mendapat dukungan untuk menegakkan disiplin, MW justru dimutasi ke Kecamatan Sungai Raya. Sementara itu, pegawai yang disebut “hantu” tersebut tetap bertahan di posisinya tanpa sanksi atau teguran. 

Kasus ini memicu pertanyaan besar : apakah kedisiplinan dan keberanian menyuarakan kebenaran justru dihukum di Disdikbud Aceh Timur ?

Publik kini menanti tindakan tegas dari Bupati Aceh Timur, Iskandar. Jika ingin membuktikan komitmennya sebagai pemimpin yang berpihak pada rakyat, Bupati tidak boleh tinggal diam. Evaluasi menyeluruh terhadap kinerja Plt. Kadisdikbud menjadi keharusan.

Birokrasi pendidikan harus dipimpin oleh figur yang visioner dan terbuka, bukan oleh tangan yang kaku atau pikiran yang sempit.Isu ini juga memunculkan dugaan bahwa pengangkatan Bustami lebih didasarkan pada kedekatan politik ketimbang kompetensi. Jika benar, praktik semacam ini harus segera dihentikan.

Aceh Timur memiliki banyak putra-putri cerdas dan berintegritas yang mampu memimpin sektor pendidikan tanpa bayang-bayang otoritarianisme.Hingga berita ini disusun, upaya konfirmasi kepada Bustami belum mendapat respons. Sikap diamnya bukanlah cerminan kebijaksanaan, melainkan sinyal bahwa kritik publik dianggap sepele.

Namun, publik tidak akan tinggal diam. Ketika suara ASN dibungkam dan kebenaran diabaikan, rakyat akan menemukan cara untuk bersuara.Seperti yang pernah diungkapkan seorang mantan pejabat, “Jabatan hanyalah sementara, tetapi dampak buruk bagi publik akan tercatat selamanya.”

Kini saatnya Aceh Timur memilih : apakah pendidikan akan dipimpin oleh pemimpin yang adil dan visioner, atau terus terpuruk di bawah bayang-bayang kediktatoran birokrasi ? (Sup)
© Copyright 2022 - MITRAPERS ONENEWS