Banggai, Sulteng, mitrapers.onenews.co.id, - Kasus dugaan penipuan yang menimpa sejumlah mahasiswa Universitas Muhammadiyah (UM) Luwuk, Sulawesi Tengah, oleh seorang oknum operator fakultas bernama Rian, mendapat tanggapan resmi dari pihak kampus.
Rektor UM Luwuk, Dr. Sutrisno K. Djawa, S.E., M.M., memastikan pelaku telah dipecat dan pihak universitas tengah melacak keberadaannya.
Kasus ini mencuat setelah beberapa mahasiswa mengaku ditipu saat melakukan pembayaran uang kuliah kepada oknum tersebut secara pribadi. Belakangan diketahui, pembayaran itu tidak tercatat dalam sistem keuangan resmi universitas.
“Sudah tidak bisa dihubungi. Kami sudah ke rumah pelaku dan menemui keluarganya, tapi mereka juga tidak tahu ke mana dia pergi. Nomornya pun sudah tidak aktif,” ungkap salah satu korban kepada wartawan Kamis (30/10/2025).
Korban lainnya menuturkan, selain telah melapor ke Polres Banggai, mereka berharap dukungan semua pihak untuk membantu mempercepat pencarian pelaku.
“Kami mahasiswa yang ditipu oleh Pak Rian, operator fakultas. Selain melapor ke Polres, kami berharap media bisa membantu agar pelaku cepat ditemukan,” ujarnya.
44 Mahasiswa Jadi Korban, Kerugian Capai Rp153 Juta Lebih
Berdasarkan hasil pendataan sementara para korban, total kerugian mencapai Rp153.125.000,00 yang melibatkan 44 orang mahasiswa. Jumlah tersebut masih bisa bertambah, sebab masih ada mahasiswa kelas ekstensi yang bekerja di luar kota dan belum dapat dihubungi untuk memastikan nilai pembayaran yang diserahkan kepada pelaku.
“Untuk sementara baru itu, Pak. Ada mahasiswa ekstensi yang kerja di luar kota belum bisa dihubungi untuk ditanyakan total pembayaran mereka ke Pak (R),” ujar salah satu perwakilan korban.
Rektor : Pelaku Dipecat, Mahasiswa Tetap Bisa Kuliah
Menanggapi kasus tersebut, Rektor UM Luwuk menegaskan bahwa pihak kampus telah memberhentikan secara resmi oknum yang terlibat dan memastikan para mahasiswa korban tetap dapat mengikuti perkuliahan seperti biasa.
“Secara institusi kami sudah pecat. Terkait perkuliahan mahasiswa, saya sudah sampaikan agar tetap kuliah seperti biasa sambil kita lacak bersama ke mana Rian berada,” jelas Sutrisno kepada wartawan, Kamis (30/10/2025).
Rektor menambahkan, sejak awal pihak universitas telah menegaskan larangan keras bagi mahasiswa untuk melakukan pembayaran kepada dosen, staf, maupun tenaga kependidikan (tendik) secara langsung.
“Aturan kampus sudah jelas, mahasiswa tidak boleh membayar ke dosen atau tendik. Sejak awal sudah disampaikan bahwa semua pembayaran dilakukan melalui bank atau SMS banking,” tegasnya.
Surat Edaran Rektor : Tegaskan Kembali Mekanisme Pembayaran Resmi
Sebagai tindak lanjut, universitas mengeluarkan Surat Edaran Rektor Nomor 1309/EDR/1.0/A/X/2025 tertanggal Oktober 2025. Surat tersebut menegaskan kembali bahwa seluruh pembayaran mahasiswa wajib dilakukan melalui Bank Syariah Indonesia (BSI) dan Bank Muamalat Indonesia menggunakan Virtual Account (VA).
Isi surat itu juga menyatakan bahwa tidak ada pejabat atau staf yang diperkenankan menerima pembayaran biaya kuliah dalam bentuk tunai.
“Seluruh pejabat dan staf tidak diperkenankan menerima pembayaran biaya perkuliahan dari mahasiswa dalam bentuk tunai. Seluruh transaksi wajib dilakukan melalui bank yang telah ditunjuk,” tulis Rektor dalam edaran tersebut.
Saat dikonfirmasi apakah surat tersebut diterbitkan sebagai respon langsung atas laporan penipuan, Rektor menegaskan bahwa edaran itu bukan dibuat karena kasus ini, melainkan penegasan ulang terhadap aturan yang sudah lama berlaku.
“Tidak, ini penegasan kembali. Aturan pembayaran sudah lama ada dan mahasiswa sebenarnya sudah tahu itu,” ujarnya.
Surat edaran itu bersifat mengikat, dan wajib disosialisasikan oleh setiap dekan serta pimpinan unit kerja di lingkungan kampus. Tembusan surat juga disampaikan kepada Ketua Badan Pembina Harian, Wakil Rektor, dan Ketua Satuan Pengawas Internal (SPI) untuk memperkuat pengawasan keuangan universitas.
“Langkah ini merupakan bentuk komitmen universitas terhadap kepatuhan dan ketertiban administrasi keuangan,” tegas Sutrisno.
Kasus ini menjadi peringatan keras bagi sivitas akademika untuk tidak melakukan transaksi keuangan di luar mekanisme resmi universitas. Ketertiban administrasi dan transparansi sistem pembayaran menjadi kunci untuk mencegah praktik serupa di masa mendatang. (red/tim)

Social Header