Sulteng - Tragedi tsunami yang melanda Palu, Sigi, dan Donggala (Pasigala) pada 2018 meninggalkan luka mendalam bagi ribuan jiwa. Di antara puing-puing kehancuran, kisah Aditya, seorang penyintas, menjadi cerminan harapan yang bangkit dari keterpurukan.
Sejak kecil, Aditya hidup bersama neneknya yang berjuang mencari nafkah sebagai pemulung. Dalam kondisi serba terbatas, pendidikan baginya nyaris menjadi mimpi yang tak tergapai.
Namun, kehadiran Sekolah Rakyat menjadi titik balik, menyalakan kembali asa untuk belajar dan bermimpi.
Sekolah Rakyat Menengah 22 Sigi hadir sebagai oase di tengah keterbatasan. Program ini bukan sekadar tempat belajar, tetapi juga simbol solidaritas dan kesetaraan.
Bagi Aditya dan anak-anak lain yang terdampak bencana, Sekolah Rakyat bukan hanya memberikan akses pendidikan, tetapi juga membangun keyakinan bahwa mereka memiliki hak yang sama untuk tumbuh dan berkembang.
Dengan semangat “Sekolah Rakyat, Cerdas Bersama, Tumbuh Setara,” inisiatif yang lahir dari pemikiran Bapak Presiden Prabowo Subianto telah di realisasikan dibawah binaan langsung Kementrian Sosial ini menunjukkan bahwa pendidikan adalah jembatan menuju masa depan yang lebih baik, bahkan di tengah luka masa lalu.
Kisah Aditya mengajarkan kita bahwa di balik setiap musibah, ada pelajaran berharga tentang ketangguhan dan harapan. Sekolah Rakyat bukan hanya solusi sementara, tetapi bukti nyata bahwa pendidikan yang inklusif dapat mengubah hidup anak-anak seperti Aditya.
Ini adalah panggilan bagi kita semua untuk mendukung inisiatif serupa, memastikan bahwa setiap anak, tanpa memandang latar belakang atau nasib, memiliki kesempatan untuk belajar dan bermimpi. Karena di tangan mereka, masa depan yang setara dan cerdas sedang dibangun.
Terimah Kasih Presiden dan Wakil Presiden Prabowo Subianto dan Gibran Raka Buming Raka, Kementrian Sosial khususnya kepada Wamensos Agus Jabo serta semua pihak yang telah membantu terselenggaranya program Sekolah Rakyat di Sulawesi Tengah. (*)
Sumber : Sekjen DPP PRIMA, Adi Prianto.
Social Header