Banggai, Sulteng - (28/9/2025) Fhirman Lapi, aktivis dari Kecamatan Nambo dan mantan Staf Public Engagement Eksekutif Nasional Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), mengkritik keras implementasi Corporate Social Responsibility (CSR) di Sulawesi Tengah. Menurutnya, forum CSR yang seharusnya menjadi wadah koordinasi antara perusahaan, pemerintah, dan masyarakat, malah sering berubah menjadi sarana kepentingan politik dan pribadi.
"CSR pada dasarnya adalah kewajiban moral dan tanggung jawab sosial perusahaan. Tapi ketika dipaksa masuk ke forum resmi, ia tidak lagi berdiri sebagai tanggung jawab langsung, melainkan alat politik pencitraan," ujar Fhirman dalam pernyataannya.
Fhirman menilai banyak forum CSR menjadi panggung bagi pejabat untuk pencitraan, sementara masyarakat yang seharusnya menjadi penerima manfaat utama justru mendapatkan dampak minimal.
"Forum CSR membuat aliran dana menjadi berbelit. Alih-alih langsung menuju program yang menyentuh masyarakat, dana lebih dulu disaring lewat rapat koordinasi, perjalanan dinas, biaya seremoni, hingga proyek titipan," katanya.
Ia juga menyoroti kurangnya transparansi dan akuntabilitas dalam implementasi CSR.
"Forum CSR membuka ruang kaburnya tanggung jawab. Ketika program tidak berhasil, perusahaan bisa bersembunyi di balik nama forum. Publik sulit menuntut pertanggungjawaban karena tidak ada entitas jelas yang bisa diminta penjelasan," tambahnya.
Poin-Poin Perbaikan yang Disarankan :
1. Transparansi Digital : Perusahaan wajib mempublikasikan dana CSR secara terbuka melalui platform digital agar publik tahu alokasi dan realisasi dana.
2. Audit Independen : Program CSR harus diaudit secara independen untuk memastikan akuntabilitas.
3. Partisipasi Komunitas : Masyarakat harus dilibatkan sejak tahap perencanaan hingga evaluasi program CSR.
4. Peran Pemerintah sebagai Regulator : Pemerintah sebaiknya berperan sebagai pengawas dan regulator, bukan pemain langsung dalam implementasi CSR.
"CSR harus dikembalikan ke jalur aslinya, yaitu tanggung jawab langsung perusahaan kepada masyarakat dan lingkungan. Dengan transparansi, partisipasi, dan pengawasan ketat, CSR bisa jadi instrumen pembangunan sosial yang adil dan berkelanjutan," tegas Fhirman.
Firman mengakhiri pembicaraannya denganengatakan bahwa implementasi CSR memang perlu dievaluasi untuk memastikan manfaatnya benar-benar dirasakan masyarakat.
"Transparansi dan akuntabilitas adalah kunci agar CSR tidak menjadi sekadar formalitas," tutupnya. (*)
Social Header