Banggai Kepulauan, Sulteng - Proyek rekonstruksi bangunan pengaman pasang surut di Desa Tombos, Kecamatan Peling Tengah, yang dibiayai melalui APBD Hibah Tahun Anggaran 2024 dengan masa pelaksanaan tahun 2025, kini menjadi sorotan publik.
Pantauan awak media Mitrapers di lapangan memperlihatkan sejumlah pekerja tampak beraktivitas tanpa mengenakan Alat Pelindung Diri (APD) sebagaimana diwajibkan dalam aturan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3). Padahal, papan proyek di lokasi dengan jelas memuat imbauan “Utamakan Keselamatan dan Kesehatan Kerja” serta peringatan penggunaan helm, sepatu dan pakaian kerja pelindung.
Proyek bernilai kontrak Rp 4,84 miliar tersebut dikerjakan oleh CV Banggai Cemerlang dengan konsultan pengawas Central Civil dan berada di bawah tanggung jawab Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Banggai Kepulauan.
Namun ironisnya, meski papan proyek menampilkan peringatan K3, kenyataan di lapangan justru menunjukkan sebaliknya. Beberapa pekerja terlihat tidak memakai perlengkapan keselamatan kerja.
Kondisi ini juga diakui oleh perwakilan pekerja di lokasi proyek.
“Sesuai kontrak awal hanya tiga puluh orang yang disiapkan APD. Tapi sekarang pekerjanya ditambah, jadi sebagian belum ada alat pelindungnya,” ungkap salah satu perwakilan pekerja saat diwawancarai awak media di lokasi.
Landasan Hukum dan Sanksi Terbaru Pelanggaran K3
Kewajiban penerapan keselamatan kerja diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja serta Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2012 tentang Sistem Manajemen K3 (SMK3).
Pasal 3 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1970 menegaskan :
“Pengusaha wajib melaksanakan segala syarat keselamatan kerja untuk melindungi tenaga kerja dan orang lain yang berada di tempat kerja.”
Selain itu, Pasal 14 huruf (c) mewajibkan pengurus atau penanggung jawab menyediakan dan memelihara alat pelindung diri (APD) bagi para pekerja.
Pelanggaran terhadap ketentuan ini tidak lagi dipandang sebagai kesalahan administratif, melainkan bisa dikategorikan sebagai kelalaian berat (serious negligence).
Berdasarkan praktik hukum dan kebijakan ketenagakerjaan terkini (2023–2025), pengusaha atau kontraktor yang terbukti lalai menerapkan K3 dapat dikenai sanksi lebih berat, antara lain :
- Denda administratif mulai dari Rp 50 juta hingga Rp 500 juta,
- Pembekuan sementara kegiatan proyek, atau bahkan
- Pencabutan izin usaha jasa konstruksi (IUJK) apabila pelanggaran dinilai serius atau menimbulkan korban kerja.
Selain itu, jika kelalaian menyebabkan cedera atau kematian pekerja, penanggung jawab proyek dapat dijerat pidana sesuai KUHP Pasal 359 dan 360, dengan ancaman kurungan hingga lima tahun karena dianggap lalai yang mengakibatkan orang lain luka berat atau meninggal dunia.
Penegasan ini menunjukkan bahwa penerapan K3 kini menjadi kewajiban hukum yang memiliki konsekuensi pidana dan administratif nyata, bukan sekadar formalitas di atas kertas.
Minim Pengawasan, Disnaker dan APH Diminta Bertindak
Minimnya pengawasan dari Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) dan Aparat Penegak Hukum (APH) disinyalir menjadi salah satu penyebab lemahnya penerapan K3 di lapangan.
“Kalau pekerja ditambah tapi tanpa perlengkapan keselamatan yang memadai, itu jelas kelalaian. Pemerintah dan pengawas proyek wajib turun tangan,” ujar salah seorang pemerhati pembangunan daerah kepada Mitra Pers, Minggu (26/10/2025).
K3 Bukan Formalitas
Penerapan K3 bukan hanya formalitas administratif, tetapi merupakan bentuk tanggung jawab sosial dan profesional untuk melindungi keselamatan tenaga kerja. Mengabaikan aspek keselamatan berarti mempertaruhkan nyawa pekerja dan mencederai kepercayaan publik terhadap penggunaan dana pemerintah.
Ini baru soal K3, lalu bagaimana soal mutu dan kualitas pekerjaannya, apakah muti beton dan material sudah sesuai spesifikasi ?
Jangan sampai, mutu dan kualitas pekerjaan jauh dari harapan. Sehingga peran pengawasan mutlak diperlukan dan penertiban kontraktor nakal sangat dibutuhkan guna menjadi pembelajaran bagi kontraktor termasuk perusahaan konsultan pengawas.
Hingga berita ini diterbitkan, pihak kontraktor CV Banggai Cemerlang maupun BPBD Kabupaten Banggai Kepulauan belum memberikan tanggapan resmi terkait temuan di lapangan serta pernyataan dari pekerja. (Jnr)

Social Header