Bangkep, Sulteng - Slogan besar bertuliskan “Utamakan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)” di papan proyek pemerintah rupanya hanya menjadi hiasan formalitas. Fakta di lapangan menunjukkan ironi: sejumlah pekerja proyek yang dibiayai APBD Hibah 2024 senilai Rp4,84 miliar terlihat bekerja tanpa Alat Pelindung Diri (APD) sesuai standar keselamatan kerja.
Dari pantauan awak media, para pekerja tampak beraktivitas di area galian dan batuan keras tanpa mengenakan helm keselamatan, rompi, sarung tangan, maupun sepatu kerja standar. Beberapa di antaranya hanya mengenakan kaos singlet dan kepala telanjang, di lokasi berisiko tinggi terpeleset, tertimpa, atau terkena material tajam.
“Slogan K3 di papan proyek hanya menjadi pajangan administratif tanpa makna di lapangan. Instruksi wajib APD diabaikan, padahal lokasi kerja sangat berisiko,” ungkap salah satu warga di lokasi proyek.
Kontraktor Beralasan : “Ada Penambahan Pekerja di Luar Kontrak”
Dikonfirmasi mengenai temuan tersebut, perwakilan kontraktor menyebut kekurangan APD terjadi karena adanya penambahan tenaga kerja di luar kontrak awal.
“Kontrak hanya mencakup 30 orang, jadi APD yang disediakan di awal juga hanya untuk jumlah itu,” ujar perwakilan pekerja di lokasi.
Sementara itu, Sekretaris Dinas PUPR Banggai Kepulauan, Arba, kepada awak media membenarkan bahwa memang ada penambahan tenaga kerja untuk mengejar target pekerjaan.
“Iya, tentunya untuk mengejar pekerjaan lapangan. Penambahan tenaga kerja hal yang harus, dan tentunya APD pun mengikuti. Terima kasih informasinya, Pak Herman,” kata Arba saat dikonfirmasi, Minggu (26/10/2025).
Namun, seorang mantan pejabat senior PUPR menilai alasan tersebut tidak dapat dibenarkan.
“Standar K3 mewajibkan APD tersedia sebelum pekerja memulai tugas. Manajer proyek dan pengawas harus bertanggung jawab, dan seharusnya melarang pekerja tanpa APD turun ke lapangan. Membiarkan mereka bekerja tanpa perlindungan adalah bentuk kelalaian serius,” tegasnya.
Dasar Hukum dan Sanksi Pelanggaran K3
Penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, serta Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, dan diperkuat oleh Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 50 Tahun 2012 tentang Penerapan Sistem Manajemen K3 (SMK3).
Beberapa ketentuan penting yang dilanggar antara lain :
Pasal 3 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1970 menegaskan :
“Pengurus wajib menjamin keselamatan setiap tenaga kerja yang berada di tempat kerja dengan menyediakan alat pelindung diri dan sarana keselamatan lainnya.”
Pasal 14 huruf c UU No. 1 Tahun 1970 menegaskan bahwa :
“Pengurus wajib menyediakan alat pelindung diri secara cuma-cuma kepada pekerja dan wajib digunakan oleh setiap tenaga kerja.”
Pasal 15 UU No. 1 Tahun 1970 mengatur sanksi bagi pelanggaran kewajiban tersebut :
“Barang siapa melanggar ketentuan undang-undang ini diancam dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp100.000.”
(Sanksi ini diperkuat dalam Pasal 190 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, dengan ancaman pidana kurungan paling singkat 1 bulan dan paling lama 12 bulan, atau denda paling sedikit Rp10 juta dan paling banyak Rp100 juta bagi pihak yang lalai dalam keselamatan kerja.)
Dengan demikian, kelalaian kontraktor dalam menyediakan APD bagi pekerja merupakan pelanggaran hukum yang memiliki konsekuensi pidana.
Atas temuan tersebut, publik mendesak agar kegiatan proyek dihentikan sementara hingga penerapan standar keselamatan dipenuhi sepenuhnya. Dan kontraktor harus ditindak tegas.
Masih soal proyek Tanggul di Desa Tombos, Ketua DPC Hanura, Jupri Hermawan, juga menyinggung dugaan kejanggalan lain terkait Proyek Tanggul Tombos.
“Persoalan Tanggul Tombos ini kompleks dan menyimpan sesuatu. Kami menduga ada hal yang ditutupi, termasuk penggiringan masyarakat oleh Pemdes Tombos untuk menyetujui penutupan tanggul lama,” ujarnya.
Jupri menilai ada indikasi ‘permainan’ antara pihak desa, kontraktor dan dinas teknis dalam perubahan RAB proyek.
“Ini wajib ditelusuri. Tanggul lama juga menggunakan dana negara. Jika benar ada rekayasa atau penyimpangan, maka itu pelanggaran serius,” tegasnya.
Hingga berita ini diterbitkan, pihak CV. Banggai Cemerlang belum memberikan keterangan resmi. (Jnr)

Social Header