Banggai, Sulteng - Belakangan ini, masyarakat desa di Banggai dibuat prihatin dengan fenomena oknum pejabat desa atau kelurahan yang secara terang-terangan mengonsumsi minuman keras (miras) di ruang publik. Perilaku ini tidak hanya mencoreng martabat jabatan, tetapi juga menyalahi aturan hukum yang jelas, sekaligus menghambat kampanye pemerintah untuk memberantas penyakit masyarakat (pekat).
Peribahasa “Guru kencing berdiri, murid kencing berlari” menggambarkan dampak buruk ketika pejabat yang seharusnya menjadi panutan justru mempertontonkan perilaku yang salah.
Bunyi Pasal dan Sanksi Hukum yang Dilanggar
1. Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil. Pasal 3 ayat (1) huruf b: ASN wajib memelihara martabat dan kehormatan jabatan serta tidak melakukan perbuatan tercela yang dapat merugikan negara dan masyarakat.
Pasal 4 ayat (1) huruf c: Pejabat yang melanggar dapat dikenai hukuman disiplin sedang sampai berat, termasuk penundaan kenaikan pangkat/gaji, atau pemberhentian dengan hormat maupun tidak dengan hormat.
"Pejabat desa/kelurahan yang meminum miras di depan publik jelas termasuk perbuatan tercela yang merusak martabat jabatan".
2. Peraturan Presiden Nomor 74 Tahun 2013 tentang Pengendalian dan Pengawasan Minuman Beralkohol.
Pasal 4 ayat (1) : Konsumsi minuman beralkohol dilarang di ruang publik dan fasilitas umum tanpa izin.
Pasal 15 : Pelanggaran dapat dikenai sanksi administratif, denda, dan pencabutan izin (jika terkait usaha distribusi).
"Pejabat publik yang menenggak miras di depan warga melanggar ketentuan ini".
3. Peraturan Daerah (Perda) tentang Larangan Miras, Banyak daerah, termasuk di Sulawesi Tengah, mengatur dalam perda larangan konsumsi miras di pemukiman dan fasilitas publik.
Sanksi : Pidana ringan dan denda administratif bagi pelanggar, termasuk pejabat desa/kelurahan.
4. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, Pasal 67 ayat (1) : Perangkat desa wajib menaati kode etik dan tata tertib desa. Pasal 68 ayat (2) : Kepala daerah berwenang memberikan sanksi administratif, mulai dari teguran tertulis, penundaan hak, hingga pemberhentian dari jabatan desa.
"Mengonsumsi miras di depan publik termasuk pelanggaran kode etik yang dapat dikenai sanksi berat".
Keteladanan pejabat desa atau kelurahan sangat menentukan efektivitas kampanye pemerintah dalam memberantas penyakit masyarakat. Mengonsumsi miras di depan publik adalah perbuatan yang jelas melanggar hukum dan kode etik, serta merusak citra jabatan.
Masyarakat hanya dapat menaruh kepercayaan dan meniru perilaku baik jika tokoh publik menjadi contoh nyata, bukan sebaliknya. Pejabat desa/kelurahan wajib menaati hukum dan menjadi teladan bagi warganya. (*)

Social Header